Pengunjung

Laman

Mejuah-juah Kita Kerina



Minggu, 11 April 2010

Kerajaan Karo

Sumber: ‘Karo Dari Jaman Ke Jaman’, Brahma Putra,1979


Kerajaan Karo X

Pada Abad 1 Masehi telah ditemukan di Pantai Timur Sumatera Kerajaan Karo yang nama Rajanya Pa Lagan (Petra, Darwin Prints, SH, 2004).


Kerajaan Haru

Lokasi Kerajaan Besar ini ada di Deli Tua Kabupaten Deli Serdang. Diperkirakan Kerajaan ini berdiri sekitar Abad 11 – 16 Masehi.

Kerajaan terbesar yang pernah lahir di Pulau Sumatera adalah: Kerajaan Haru, Kerajaan Sriwijaya di Palembang dan Samudera Pasai di Aceh.

Kerajaan Haru tumbuh bersamaan dengan Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Malaka, Kesultanan Johor, Kerajaan Ming di China dan Imperalis Portugis di Malaka.

Pada masa kejayaanya Selat Malaka merupakan pusat perdagangan di Asia dan dikuasai oleh Kerajaan Haru ini. Putri Hijau atau Seh Ngena Beru Sembiring Meliala (Permaisuri Kerajaan Haru) adalah salah satu tokoh terkenal di Kerajaan Haru ini. Banyak versi mengenai Putri yang cantik ini, ada versi Karo, versi ‘Melayu’, versi Aceh dan versi Malaka.

Gajah Mada, Patih Majapahit mengeluarkan Sumpah Palapanya karena Kerajaan Haru ini sama sekali tidak mau tunduk pada Majapahit, biarpun ada yang disembunyikan tentang Gajah Mada ini, dari mana senbenarnya asal – usulnya, yang jelas dia bukan orang Jawa.

Berkali – kali terjadi perang antara Kerajaan kebanggaan orang Sumatera ini dengan tetangganya. Berkali – kali kalah dan bangkit, kalah dan bangkit lagi. Pada akhirnya Kerajaan Haru ini hancur karena tidak kuat menghadapi serangan bertubi-tubi dari Majapahit, Sriwijaya, Malaka, Imperalis Portugis dan Samudera Pasai.

Catatan:

Penguasa di Indonesia masih saja sepertinya pilih tebu, karena suku Karo bukanlah Suku Besar di Negara ini maka Kerajaan Haru ini tidak dimasukkan sebagai Kerajaan Besar di Pelajaran Sejarah Indonesia.


Kerajaan Samudera Pasai

Cikal bakal kerajaan ini adalah Beru Ginting Pase. Riwayat Beru Ginting Pase bisa dibaca dalam Legenda ‘Beru Ginting Pase Sope Mbelin’.


Kesultanan Sunggal

Lokasi Kerajaan ini berada di ‘Taneh Sunggal’, tepatnya disamping PDAM Medan Sekarang. Kerajaan ini didirikan oleh Merga Karo-Karo Surbakti. Puncak keemasan Kesultanan ini terjadi pada kepemimpinan Sultan Badiuzzaman Surbakti (Datuk Item Surbakti).

Datuk Sunggal Surbakti ini sangat menetang pencaplokan Tanah Orang Karo oleh Belanda, dimana Belanda ingin mendirikan perkebunan tembakau Deli. Perang pun tak bias dielakkan.

Dalam Perang Sunggal, rakyat Karo dibantu oleh rakyat Aceh (persenjataan) dan rakyat ‘Melayu’.

Perang ini memakan waktu yang sangat lama dan perang ini merupakan perang terlama di Pulau Sumatera dan salah satu perang terhebat di Indonesia selain Perang Patimura di Ambon dan Perang Bubutan di Bali. Belanda mengalami kerugian yang sangat besar dalam perang ini.


Kesultanan Urung 12 Kuta Hamparan Perak


Kesultanan Sukapiring


Kesultanan Senembah


Kesultanan Deli

Lokasi Kerajaan ini di Kota Medan. Didirikan oleh menantu Sultan Sunggal Surbakti, Gocah Pahlawan. Istana Kerajaan ini bernama Istana Maimun, lokasinya di Kota Medan.


Kesultanan Langkat

Didirikan Merga Perranginangin, salah satu anggota kerajaan ini adalah pujangga Amir Hamzah Peranginangin.


Sibayak Lima

Sibayak dalam bahasa Karo yang artinya Raja, berarti Gunung Sibayak adalah Gunung Raja.

Ketika Belanda memasuki wilayah Karo Pegunungan (Kabanjahe dan Brastagi), Belanda mengalami kesulitan, hal ini disebabkan pada saat itu tidak ada Raja yang memerintah di Karo Gugung, hal ini merupakan kesulitan bagi Belanda. Untuk memudahkan Belanda menguasai wilayah ini maka Belanda membentuk Sibayak Lima.

Sibayak Lima ini terdiri dari:

1. Sibayak Barus Jahe, di Barus Jahe, Merga Karo-Karo Barus

2. Sibayak Suka, di Suka, Merga Ginting Suka

3. Sibayak Lingga, di Lingga, Merga Karo-Karo Sinulingga

4. Sibayak Sarinembah, di Sarinembah, Merga Sembiring Meliala

dan

5. Sibayak Kutabuloh, di Kutabuloh, Merga Perangin-angin

Masing-masing Sibayak ini membawahi beberapa Raja Urung.


Ada sedikit perbedaan antara empat (4) sibayak pertama dengan Sibayak Kutabuloh.

Ketika Belanda ke Karo Gunung, di Kutabuloh telah ada dua (2) Sibayak tapi kekuasanya tidak terlalu luas, salah satunya Sibayaknya adalah Kakek Ibu saya dan satunya Sibayak Peranginangin yang lain.


Belanda menggunakan otak liciknya, dia buat perjanjian: Sibayak yang duluan meninggal akan jadi Raja Urung dan yang tinggal sebagai Sibayak tunggal. Kakek Ibu saya lebih dulu meninggal dan jadilah anaknya menjadi Raja Urung Kutabuloh.

1 komentar:

  1. Kesebayakan (Kerajaan) di Tanah Karo, sebenarnya berbasis di Kuta, kesebayakan yang disebut di atas adalah bentukan Kolonial Belanda, definitif sekitar tahun 1908 dan berakhir 1942 (masa jepang). Dari 5 Kesebayakan, akhirnya menjadi 4 (Raja Marompat), karena Kutabuluh sulit diatur. Pembentukan Kesebayakan itu plus Urung-urungnya seperti bara dalam sekam, yang memuncak saat jaman revolusi. Dimana banyak keluarga dan kerabat para sebayak menjadi korban (revolusi sosial). Maka sejak kemerdekaan tidak ada lagi makna dan fungsi Sebayak baik dalam adat dan sosial budaya Karo, kelebihannya kel. sebayak di Karo hanya menjadi masyarakat terdidik semata pada awal kemerdekaan.
    Melihat struktur kesebayakan di atas yang dibentuk Belanda, tidak mungkin Urung Teran (wilayah Pagaramata) masuk ke Lingga, Urung Tongging masuk Suka (karena sebelum masa Belanda, Tongging perseninaan Suka, Tongging adalah kerajaan besar). Dan tidak mungkin Kutabangun masuk ke Sarinembah. Demikian juga Juhar adalah wilayah Ginting 9-1 yang berafiliasi dengan urung Teran sebelumnya..Yang paling tragis adalah Tongging, sudah di bawah kuk Suka, keluarga rajapun tersingkir digantikan oleh ajudannya . . Manihuruk. Banyak orang tidak tahu bahwa pada masa kolonial, ada kuta pada posisi mengambang (Bunuraya dan Pernantin) tidak masuk ke dalam kuk Kesebayakan yang bergabung dalam Raja marompat, jadi sebenarnya kedua kuta itu tidak pernah di bawah kendali kesebayakan, hingga kesebayakan itu digilas revolusi.
    Maka tidak heran begitu revolusi tiba, Urung/Kuta yang merasa tertekan pada masa kolonial lahirkan tokoh-tokoh pejuang (Payung Bangun adalah Anak Pagaramata dengan harimau liarnya, Selamat Ginting/Kutabangun dengan Halilintarnya, beda dikit dengan Tongging melahirkan tentera terdidik LR Munthe).
    Karena hanya boneka Belanda semata, maka sejak Kemerdekaan, Kesebayakan tidak berfungsi sama sekali dalam kehidupan adat dan sosial di Tanah karo, Hanya Pengulu Kuta yang masih mendapat kehormatan dalam adat dan sosial ekonomi (tanah kesain) , dan posisi kedua adalah anak beru taneh kuta, karena pada dasarnya masyarakat Karo itu adalah struktur social yang egaliter.
    Hal ini berbeda dengan di Kerajaan-kerajaan Timur (Simalungun), setelah kemerdekaan masih mendapat posisi terhormat dalam upacara adat, walau tidak luput juga terkena badai revolusi social, namun tidak sehancur kesebayakan di Karo, karena kekuasaan sebayak itu sebelum Kolonial tidak ada.

    BalasHapus